Wujudkan Penetapan Lahan Pertanian Abadi

Diposting pada

Wujudkan Penetapan Lahan Pertanian Abadi

          Sahabat Potensi. Lahan merupakan ibu dari segala sektor. Apapun sektornya, pasti ada hubungannya dengan lahan. Oleh karena itu, sering kita mendengar kata pergantian pemanfaatan, atau alih fungsi  lahan. Hal yang sama juga terjadi di lahan pertanian, dimana alih fungsi lahannya terus berlangsung, sesuai dengan kepentingan pembangunan, dimana lahan itu berada.

          Menurut hasil kajian KPK, alih fungsi lahan berlangsung secara masif, dengan pengurangan lahan pertanian berkisar antara 50-60 ribu hektar pertahun, atau sama dengan pengurangan produksi padi sebanyak 300.000 ton.  Adapun alasan utama pergantian fungsi ini, karena sektor pertanian memberikan pendapatan yang paling kecil, dibandingkan sektor lainnya.

Lahan Pertanian
Lahan Pertanian

Membuka Lahan Pertanian

          Untuk mengatasi kekurangan pasokan beras, Kementerian Pertanian melalui Dirjen Prasarana dan Sarana sudah membuat program cetak sawah (membuka lahan pertanian). Antara tahun 2006 – 2010 luasan sawah baru yang sudah berhasil dicetak seluas 69.102 ha, dan mulai tahun 2012 sampai sekarang, Kementan menargetkan cetak sawah 100.000 ha tiap tahunnya.

          Dalam mencetak sawah bukanlah pekerjaan yang gampang, ada beberapa permasalahan yang timbul, diantaranya adalah : belum tersedianya jaringan irigasi, belum fokus ketanaman padi, terutama bagi petani yang mengusahakan tanaman perkebunan, serta susah menemukan lahan yang ideal untuk dijadikan sawah baru.

Untuk menghasilkan produksi padi normal di lahan sawah baru, tentu membutuhkan waktu. Artinya, alih fungsi lahan kalau dibiarkan terus terjadi, akan menyebabkan terganggunya penyediaan beras dalam negeri. Salah satu peraturan yang bisa meredam laju alih fungsi lahan, adalah Undang-undang Nomor 41 tahun 2009, tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B).

Turunan UU PLP2B

Salah satu turunan dari UU PLP2B, yang nantinya dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah, adalah pembuatan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Salah satu inti dari RTRW ini, adalah perencanaan struktur, dan pola pemanfaatan ruang yang meliputi : tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber daya alam lainnya (pasal 14 ayat 2).

Hasil penelitian Chairul Muslim (PSEKP. 2013), sampai bulan April 2012 baru 11 provinsi, 96 kabupaten dan 33 kota yang telah menerapkan perda RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota. Banyak masalah yang menyebabkan belum dibuatnya perda RTRW di provinsi, kabupaten dan kota lainnya, diantaranya, adalah konflik pemanfaatan ruang yang berasal dari sektor kehutanan.

Dampak Negatif dan Solusi

Beberapa dampak negatif dengan tidak adanya RTRW adalah : (i) kepala daerah enggan mengeluarkan perijinan, karena takut dengan adanya sangsi dalam UU No. 26 tahun 2007, (ii) investor tidak mau melakukan investasi, karena tidak ada kepastian pemanfaatan lahan, (iii) kerusakan lingkungan tak bisa dielakkan, karena tidak ada batasan yang jelas dalam mengekploitasi sumber daya alam yang tersedia.

Dengan adanya dampak negatif tersebut, maka Chairul Muslim menyarankan untuk mempercepat pembuatan RTRW, diantara dengan cara : (i) memasukkan penyelesaian RTRW daerah, sebagai salah satu fokus untuk diselesaikan melalui instruksi presiden, (ii) memasukan percepatan penyelesaian RTRW daerah, sebagai salah satu bahan dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), (iii) Memasukan penyelesaian RTRW daerah, sebagai salah satu kegiatan prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Baca Juga: Mewujudkan Agribisnis Berbasis Teknologi

Gambar Gravatar
Senang berbagi informasi tentang potensi pertanian, kelautan dan kehutanan indonesia. Anda dapat menghubungi saya melalui: WA: 0812 8267 8939 TLP: 0812 8267 8939 EMAIL:[email protected]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

3 × five =