Indonesia Sebagai Produsen Mutiara Harus Memiliki Kekuatan

Diposting pada

Sahabat Potensi. Indonesia sebagai produsen mutiara air laut, karena dinilai dapat menjadi salah satu kekayaan komoditas dari sektor kelautan, yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki prospek pengembangan bisnis yang menjanjikan. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong pemerintah untuk lebih memperhatikan pengembangannya, karena potensinya yang sangat besar.

Indonesia Sebagai Produsen Mutiara
Indonesia Sebagai Produsen Mutiara

“Indonesia itu salah satu produsen mutiara air laut terbesar di dunia. Dalam kurun waktu 2010 hingga 2015 nilai harga South Sea Pearl (mutiara laut selatan) dari Indonesia meningkat hingga 80%,” ungkap Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto dalam forum diskusi yang digelar di Menara Kadin.

Menurutnya, permintaan perhiasan mutiara dari waktu ke waktu semakin meningkat baik dari domestik maupun dari mancanegara. Harganya pun semakin mahal dan menjadi barang mewah, lebih disukai daripada emas, terutama di beberapa negara seperti Jepang, China, Korea dan juga di Eropa.

“Saat ini banyak mutiara yang kita hasilkan itu dikirim ke Jepang yang kemudian dikirimkan lagi oleh mereka ke China, Amerika dan negara-negara lainnya. Ironisnya, Indonesia belum memiliki bargaining power (daya tawar) sebagai produsen, karena sistem distribusinya dikelola dan dikendalikan oleh pedagang mutiara Jepang,” ungkap Yugi.

Baca Juga Komoditas Rumput Laut

Indonesia Sebagai Produsen Harus Memiliki Kekuatan

Ke depan, kata dia, kondisi demikian harus dicarikan solusinya. Indonesia sebagai produsen harus bisa memiliki kekuatan untuk mengatur harga dan mengatur pasokan.

“Hampir semua jenis mutiara dihasilkan oleh kita. Bila pemerintah lebih berpihak, mungkin kita bisa lebih meningkatkan porsi pasokan untuk kebutuhan dunia dan membuat nilai tambah di sini. Indeks atau standar harga mutiara juga diperlukan, seperti halnya emas atau berlian yang sudah memiliki standar harga,” kata Yugi.

Dia menerangkan, mutiara bernilai mahal karena selain keindahannya juga karena proses pembudiayaannya yang juga panjang. Mulai dari pembenihan sampai bisa dipanen pertama kali membutuhkan waktu hingga empat tahun. Berdasarkan dari data Jewelry News Asia, dalam kurun waktu 2013-2015 Indonesia telah menghasilkan 5,4 ton hingga 7,5 ton mutiara.

Menurut Yugi, keberpihakan pemerintah terhadap komoditas mutiara sangat diperlukan, terutama terkait pengembangan teknologi dalam budidaya kerang mutiara. Saat ini, pembudidaya juga memiliki hambatan dengan prosesnya yang lama, kompleks dan padat modal sehingga perlu langkah-langkah yang efisien untuk diterapkan dalam pengembangan bisnis mutiara.

“Kita juga sangat mengharapkan agar para pembudidaya mutiara nasional ini bisa bertahan. Memang saat ini sudah dilakukan secara terintegrasi oleh perusahaan besar, misalnya investor dari Australia. Namun, setelah panen di Indonesia semua harus dikirimkan ke Australia untuk diolah lagi di sana sehingga kita tidak menerima hasil dari nilai tambahnya,” kata Yugi.

Mutiara Laut Selatan

Seperti diketahui, mutiara jenis kerang Pinctada Maxima atau di pasar internasional dikenal dengan Mutiara Laut Selatan (MLS) atau south sea pearl dibudidayakan di Indonesia terutama banyak dilakukan di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Maluku. Selain itu juga dibudidayakan di Lampung, Papua, Sulawesi, dan Flores.

Selain Yugi, Forum Diskusi turut dihadiri oleh perwakilan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (ASBUMI), serta perwakilan pelaku usaha budidaya mutiara dari CV. Rosario.

 

Gambar Gravatar
Senang berbagi informasi tentang potensi pertanian, kelautan dan kehutanan indonesia. Anda dapat menghubungi saya melalui: WA: 0812 8267 8939 TLP: 0812 8267 8939 EMAIL:cspotensi[email protected]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

one × two =